Kamis, 12 Desember 2013

Bursa Intercultural / Intercultural exchange

(english version below)

Bursa Intercultural

Lessan telah bekerja sama dengan mitra dari Eropa untuk waktu yang cukup lama . Mereka menyebutnya mitra kerja.  Program magang disini lebih dari sekedar magang bahkan memiliki dimensi antar pribadi  yang lebih luas dan antar budaya.  Lessan  kadang-kadang menerima orang muda magang bagi relawan dari Eropa , yang tinggal beberapa minggu atau bulan dengan mereka .
 Bahkan anak kecil ini memulai  dengan mengenal satu sama lain :  


Lessan juga adakah mitra program MAGANG LINTAS BUDAYA dari " Institut für Auslandsbeziehungen ifa ( Institute for Foregin Cultural Relation)  " di Stuttgart , Jerman . Dengan   CrossCulture Internship Program ifa mengadvokasi  pertukaran  budaya dan penguatan jaringan antara Jerman dan dunia Islam sebagai mitra dari Departemen Luar Negeri Jerman  . Program ini memungkinkan magang bagi para profesional muda dan relawan dari Jerman .  Cross Culture  Internship  membuka  peluang  pertukaran antar  orang , institusi dan budaya dan dengan demikian memungkinkan kemitraan ditingkatkan antara Jerman dan negara-negara Islam .  The CrossCulture Internship  memberi anak muda dari Jerman dan negara-negara Islam kesempatan untuk mendapatkan beragam pengalaman di luar negeri dalam konteks lingkungan kerja mereka dan untuk bertindak sebagai orang yang memberi banyak hal  di negara asal mereka . Sebagai tambahan untuk pengembangan professional lebih jauh mereka mendapatkan pelatihan lanjutan,  , peserta program juga mendapatkan wawasan tentang struktur sosial dan politik dari negara tuan rumah dan berkenalan dengan karakteristik budaya dan pola perilaku melalui integrasi  dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari . Mereka membuat kontak penting yang dapat mereka gunakan saat mereka kembali ke negara asal mereka untuk kolaborasi di masa depan . Pertukaran budaya ini kemudian  secara berkelanjutan memperkuat pembentukan jaringan antara Jerman dan negara-negara Islam dan mendorong dialog lintas - batas serta. Informasi lebih lanjut dapat Anda temukan di sini :
http://www.ifa.de/en/funding/crossculture-internships.html
 
Selain ada kerjasama antara sekolah di wilayah Merapi dan Goetheschule - Freie Waldorfschule Pforzheim . Ada pula pertukaran pengalaman melalui surat-surat antara siswa dari sekolah Jerman dan dari sekolah-sekolah di wilayah Gunung Kidul. Jadi mahasiswa Jerman dan anak muda Indonesia belajar banyak  satu sama lain , mereka mengenal kehidupan sehari-hari  satu sama  lain dan mendengar tentang mimpi , keinginan dan penderitaan mereka .

 Anak-anak di Gunungkidul  tahu betul bahwa orang tua mereka sebagai petani tradisional yang bergantung dari air hujan bekerja sangat  keras.  Dan menanam di tanah karst keras tidaklah  mudah . Padahal  upaya ini hanya cukup untuk menutupi kebutuhan dasar kehidupan sehari-hari . Surat-surat berikut datang dari anak-anak yang mendaftar untuk minta bantuan  seragam sekolah. Ha itu  jelas bahwa orang tua mereka berada dalam situasi keuangan yang sangat sulit apalagi selama musim kemarau . Mereka harus membeli air , karena  telaga air hujan  mengering . Seringkali mereka  harus berhutang banyak  karena situasi ini .  Anak-anak harus menunggu kadang-kadang sekitar 3 tahun untuk dapat membeli seragam sekolah baru . Semua anak mengharapkan lulus sekolah.  Beberapa bahkan ingin melanjutkan sekolah setelah SMA . Di sini Anda dapat membaca beberapa surat yang dipilih dari siswa :

Surat dari Setiawan ( 3 Klasse , SDN Pudak . ) : Keinginan saya .....
" Saya sekarang duduk di kelas tiga sekolah dasar . Saya  hidup dengan kakek saya , ibu saya meninggal ketika saya berusia tiga setengah tahun . Kondisi kehidupan  kami sulit . Kakek saya adalah seorang petani dan tukang bangunan. Kami tidak punya uang untuk  seragam baru setiap tahun , itulah sebabnya saya meminta bantuan   seragam sekolah " .

Surat dari Hendri Setiya P. ( 4 Klasse . ) : Berkat Lessan
" Saya di kelas 4 sekolah dasar SDN Pudak saya tinggal jauh dari kota dengan orang tua saya , . Mereka bekerja sebagai petani .  Selain sekolah saya juga belajar di rumah . Di desa saya setiap hari Minggu di sana ada  belajar kelompok dari Lessan . kita belajar tentang lingkungan  dan tanaman  obat-obatan  . Saya salah satu anak yang menerima bantuan seragam sekolah dari Lessan.  Aku hanya punya satu seragam sekolah  dan sudah kusam warnanya, karena  seragam itu dibeli saat aku kelas dua.  . selama musim hujan pakaian perlu waktu untuk  kering , kadang saya harus pergi ke sekolah dengan baju yang masih agak basah. “

Surat dari Bayu Perdana ( 8 . Klasse , SMPN Tepus )
" Nama saya Bayu Perdana . Saya tinggal di sebuah desa terpencil kecil dan saya  anak petani . Tanah kami  kecil dan panen sering tidak cukup untuk menutupi biaya hidup sehari-hari . Panen tahun ini ( padi , jagung , dll  ) hasilnya kurang baik  karena hama tikus .  Karena alas an inilah saya meminta seragam sekolah  untuk mengurangi beban  keuangan pada orang tua saya . orang tua saya bekerja sangat keras untuk merawat  kami dan memberi saya kesempatan untuk terus pergi ke sekolah . Melanjutkan ke kelas berikutnya  berarti  harus membayar seragam sekolah lebih tinggi dan jika  musim kemarau tiba , kami perlu banyak uang untuk membeli air minum . Biasanya kita membutuhkan 2 tangki air dan setiap tangki sekitar Rp 100.000 ,  ( - sekitar 7 Euro - ) . . Itu berarti banyak uang yang keluar , jadi kami tidak bisa membeli hal-hal seperti seragam sekolah.  Saya  merasa kasihan , orangtua saya harrus bekerja keras, tapi saat ini saya tidak dapat membantu mereka mencari uang  . Saya hanya dapat membantu dengan pekerjaan sehari-hari   bersama adik saya, mengumpulkan rumput dan mengurus kambing, dll. saya tidak akan mengecewakan orang tua saya : saya pergi ke sekolah dan belajar sangat rajin  agar dapat membantu orang tua saya nanti . Kami tidak akan menyerah karena kondisi yang sulit , saya melihat hal itu sebagai tantangan . Saya berterima kasih kepada Lessan yang banyak memberikan dukungan untuk kami. "

Lomba Sparkasse Pforzheim / Calw,Jerman : Proyek Indonesien - AG aboutAlmost menyembuhkan dilupakan di Jerman

The Indonesia AG di Institut Goethe di Pforzheim terdiri dari sebelas siswa , terutama dari kelas 11 dan seorang guru , Bambang Tjahjadi . Mereka telah bekerja selama lebih dari 7 tahun dengan Lessan organisasi non -pemerintah Indonesia di Yogyakarta yang bertujuan untuk melestarikan obat tradisional lokal , yang merupakan alternatif  pengobatan yang terjangkau bagi penduduk pedesaan dibandingkan dengan obat kimia yang mahal .


Sekolah ini merupakan bagian dari program UNESCO "Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan" di Jerman

The Indonesian - AG merencanakan untuk melakukan sebuah proyek tentang " Pengobatan Alternatif di Jerman " . Tujuannya adalah untuk mencegah pengetahuan yang hampir punah tentang tanaman obat dan rempah-rempah dan untuk mengembalikan dan meningkatkan  kesadaran pemeliharaan berkelanjutan  tentang pengetahuan tradisional  ini . Para siswa akan meminta orang tua dan kakek-nenek mereka tentang pengetahuan tradisional  ini. Selain itu, AG berencana mengadakan kunjungan ke biara-biara dan perusahaan dari industri terkait pengobatan alternatif . Dan mereka akan mengatur ceramah tentang hal ini di sekolah . The AG adalah mengumpulkan semua pengetahuan , mendokumentasikan hasil mereka dan membandingkan mereka dengan literatur yang ada . Hasilnya harus dituangkan  dalam brosur dan akhirnya disajikan di sekolah  atas permintaan Sparkasse Pforzheim Calw . Durasi proyek ini diharapkan akan dijadwalkan dari Oktober 2013 sampai April 2014 . Yang bertanggung jawab untuk Indonesia AG adalah Bambang Tjahjadi , guru Sekolah Goethe .

   
--------------------------------------------------------------------------------------------------

Intercultural Exchange   


LESSAN has been working with partners from Europe for long time now. There are the mentioned partners, but there is even more exchange on a personal and intercultural dimension. LESSAN itself sometimes offers internships for volunteers from Europe, who stay some weeks or months with them.
  Even the small ones already start with getting to know each other 
LESSAN was also partner of the CROSS CULTURE INTERNSHIP program of “Institut für Auslandsbeziehungen ifa (Institute for Foreign Cultural Relations)” in Stuttgart, Germany.  With its CrossCulture Internships programme ifa is advocating intercultural exchange and the strengthening of networks between Germany and Islamic world as a partner of the German Federal Foreign Office. The programme enables internships for young professionals and volunteers from the participating countries and from Germany. CrossCulture internships open up and strengthen the exchange between people, institutions and cultures and thus enable an enhanced partnership between Germany and Islamic countries. The CrossCulture internships give young people from Germany and Islamic countries the opportunity to gain diverse experience abroad in the context of their working environment and to act as multipliers in their home countries. In addition to further professional development and specialist training, the programme participants also gain an insight into the social and political structures of the host country and become acquainted with cultural characteristics and behavioural patterns through integration into working and everyday life. They make important contacts which they can use when they return to their home country for future collaboration. This intercultural exchange thus sustainably strengthens the formation of networks between Germany and the Islamic countries and encourages cross-border dialogue and cooperation. More information you can find here: http://www.ifa.de/en/funding/crossculture-internships.html

Besides there is a cooperation between the schools of Merapi region and the Goetheschule-Freie Waldorfschule Pforzheim. There has been an exchange of experiences via letters between students from the German school and from the schools in the Gunung Kidul region on the slopes of Merapi. So the German and Indonesian students learn a lot from each other, they get to know the daily lives of the others and hear about their dreams and wishes and sorrows.
The children in Indonesia know very well that their parents as traditional farmers who are dependend from rain water are working very very hard hart, and that cropping on the hard karst soil is not easy. And these efforts are just sufficient for covering the basic needs of daily life. From the following letters from the children related to their application for a school uniform it is obvious that their parents are in a very difficult financial situation during dry season. They have to buy water, as the pond of rainwater is dried up. Often they even have to contract depts because of this situation. So it is evident that the children have to wait sometimes around 3 years until they can afford a new school uniform.  But for all that the children are dreaming of their graduation. Some even want to continue school after highschool. Here you can read some selected letters from students:
            Letter from Setiawan (3. Klasse, SDN Pudak): My wish.....
"I am now in the third grade of elementary school. I have always been living with my grandfather, my mother died when I was three and a half yaers old.  Our living conitions are hard. My grandfather is a hired worker in agriculture and construction. We have no money for a new schol uniform every yaer, that is why I am asking for support for my school uniform”.

Letter from Hendri Setiya P. (4. Klasse): Thanks to LESSAN
"I am in the 4th grade of the elementary school SDN Pudak. I live far away from the city with my parents; they work as hired workers in farming. In addition to school I am also learning at home. In my village every Sunday there is learning group from LESSAN. We learn about envoronment and plants and herbal medicine. I than LESSAN for the beneficence of the school uniform. I just have one single school uniform and it looks already disorderly, as we have bought it in the second grade. During the rainy season the clothes need time to get dry, that means I often had to go to school with still little wet uniform."

 Letter from Bayu Perdana (8. Klasse, SMPN Tepus)
"My name is Bayu Perdana. I live in a little remote village and am the son of a small local farmer.Our crop and harvest is often not enough to cover daily living costs.  The harvest this year (rice, corn, pulss etc.) has been very low because of infestation of rats.  This is why I receive the beneficence of the school uniform to reduce the financial pressure on my parents. My parents work very hard for our maintanance and to give me the chance to continue going to school.  Changing into the next class always means a higer price for school uniforms. And same the dry season begins – during dry seasons we need the money for buying drinking water. Normally we need 2 water tanks and every tank is around Rp. 100.000,- (- around 7 Euro -). That means a lot of money is lacking, so we cannot buy things like school uniforms. I am really feeling bad how hard my parents have to work, but at the moment I cannot help them a lot in terms of money.  I can just help with the daily work, like look after my smaller siblings, collect grass and take care for the animals etc. That is why I won’t dissapoint my parents : I go to school and learn very dilligently that I can support and help my parents later.  We won’t give up because of the hard conditions, I see them as a challenge.  I am thanking LESSAN a lot for all their support to us.


Competition of Sparkasse Pforzheim/Calw Germany:  Project of Indonesien-AG aboutAlmost forgotten cures in Germany


The Indonesia AG at the Goethe Institute in Pforzheim consists of eleven students, mainly from the 11th grades and one teacher, Bambang Tjahjadi. They have been working for more than 7 years with the Indonesian non-governmental organization LESSAN in Yogyakarta that seeks to preserve the local traditional medicine, which is an affordable alternative for the rural population in comparison to expensive chemical medicine.

The school is part of the UNESCO program "Education for Sustainable Development" in Germany
The Indonesian- AG planned to carry out a project on "Alternative Medicine in Germany ". The aim is to prevent the almost forgotten knowledge about homespun remedies and medicinal plants and herbs and to strengthen and raise sustainable awareness of this old knowledge. The students will ask their parents and grandparents about this old knowledge.  In addition, the AG is planning excursions to monasteries and companies from the corresponding alternative remedies industry. And they will organize lectures on this subject at the school. The AG is collecting all the knowledge, documents their results and compares them with the existing literature. The results should be kept as in a brochure  and finally be presented in school and at the request of Sparkasse Pforzheim Calw .The project duration is expected to be scheduled from October 2013 to April 2014 . Responsible for the Indonesia AG is Bambang Tjahjadi , teacher of Goethe School.


1 komentar: