(english version below)
Anak-anak di Gunungkidul tahu betul bahwa orang tua mereka sebagai petani
tradisional yang bergantung dari air hujan bekerja sangat keras.
Dan menanam di tanah karst keras tidaklah mudah . Padahal upaya ini hanya cukup untuk menutupi kebutuhan
dasar kehidupan sehari-hari . Surat-surat berikut datang dari anak-anak yang mendaftar
untuk minta bantuan seragam sekolah. Ha
itu jelas bahwa orang tua mereka berada
dalam situasi keuangan yang sangat sulit apalagi selama musim kemarau . Mereka
harus membeli air , karena telaga air
hujan mengering . Seringkali mereka harus berhutang banyak karena situasi ini . Anak-anak harus menunggu kadang-kadang
sekitar 3 tahun untuk dapat membeli seragam sekolah baru . Semua anak
mengharapkan lulus sekolah. Beberapa
bahkan ingin melanjutkan sekolah setelah SMA . Di sini Anda dapat membaca
beberapa surat yang dipilih dari siswa :
LESSAN was also partner of the CROSS CULTURE INTERNSHIP
program of “Institut für Auslandsbeziehungen ifa (Institute for Foreign
Cultural Relations)” in Stuttgart, Germany.
With its CrossCulture Internships programme ifa is advocating intercultural exchange and the strengthening of
networks between Germany and Islamic world as a partner of the German Federal
Foreign Office. The programme enables internships for young professionals and
volunteers from the participating countries and from Germany. CrossCulture
internships open up and strengthen the exchange between people, institutions
and cultures and thus enable an enhanced partnership between Germany and
Islamic countries. The CrossCulture internships give young people from Germany
and Islamic countries the opportunity to gain diverse experience abroad in the
context of their working environment and to act as multipliers in their home
countries. In addition to further professional development and specialist
training, the programme participants also gain an insight into the social and
political structures of the host country and become acquainted with cultural
characteristics and behavioural patterns through integration into working and
everyday life. They make important contacts which they can use when they return
to their home country for future collaboration. This intercultural exchange
thus sustainably strengthens the formation of networks between Germany and the
Islamic countries and encourages cross-border dialogue and cooperation. More
information you can find here: http://www.ifa.de/en/funding/crossculture-internships.html
The Indonesian- AG planned to carry out a project on "Alternative
Medicine in Germany ". The aim is to prevent the almost forgotten
knowledge about homespun remedies and medicinal plants and herbs and to strengthen
and raise sustainable awareness of this old knowledge. The students will ask
their parents and grandparents about this old knowledge. In addition, the AG is planning excursions to
monasteries and companies from the corresponding alternative remedies industry.
And they will organize lectures on this subject at the school. The AG is
collecting all the knowledge, documents their results and compares them with
the existing literature. The results should be kept as in a brochure and finally be presented in school and at the
request of Sparkasse Pforzheim Calw .The project duration is expected to be
scheduled from October 2013 to April 2014 . Responsible for the Indonesia AG is
Bambang Tjahjadi , teacher of Goethe School.
Bursa Intercultural
Lessan telah bekerja sama dengan mitra dari Eropa untuk waktu
yang cukup lama . Mereka menyebutnya mitra kerja. Program magang disini lebih dari sekedar
magang bahkan memiliki dimensi antar pribadi
yang lebih luas dan antar budaya. Lessan kadang-kadang menerima orang muda magang bagi
relawan dari Eropa , yang tinggal beberapa minggu atau bulan dengan mereka .
Bahkan anak kecil ini
memulai dengan mengenal satu sama lain :
Lessan juga adakah mitra program MAGANG LINTAS BUDAYA dari
" Institut für Auslandsbeziehungen ifa ( Institute for Foregin Cultural Relation)
" di Stuttgart , Jerman . Dengan CrossCulture Internship Program ifa
mengadvokasi pertukaran budaya dan penguatan jaringan antara Jerman
dan dunia Islam sebagai mitra dari Departemen Luar Negeri Jerman . Program ini memungkinkan magang bagi para
profesional muda dan relawan dari Jerman . Cross Culture Internship membuka peluang pertukaran antar orang , institusi dan budaya dan dengan
demikian memungkinkan kemitraan ditingkatkan antara Jerman dan negara-negara
Islam . The CrossCulture Internship memberi anak muda dari Jerman dan
negara-negara Islam kesempatan untuk mendapatkan beragam pengalaman di luar
negeri dalam konteks lingkungan kerja mereka dan untuk bertindak sebagai orang
yang memberi banyak hal di negara asal
mereka . Sebagai tambahan untuk
pengembangan professional lebih jauh mereka mendapatkan pelatihan lanjutan, ,
peserta program juga mendapatkan wawasan tentang struktur sosial dan politik
dari negara tuan rumah dan berkenalan dengan karakteristik budaya dan pola
perilaku melalui integrasi dalam
pekerjaan dan kehidupan sehari-hari . Mereka membuat kontak penting yang dapat
mereka gunakan saat mereka kembali ke negara asal mereka untuk kolaborasi di
masa depan . Pertukaran budaya ini kemudian secara berkelanjutan memperkuat pembentukan
jaringan antara Jerman dan negara-negara Islam dan mendorong dialog lintas -
batas serta. Informasi lebih lanjut dapat Anda temukan di sini :
http://www.ifa.de/en/funding/crossculture-internships.html
Selain ada kerjasama antara sekolah di wilayah Merapi dan
Goetheschule - Freie Waldorfschule Pforzheim . Ada pula pertukaran pengalaman
melalui surat-surat antara siswa dari sekolah Jerman dan dari sekolah-sekolah
di wilayah Gunung Kidul. Jadi mahasiswa Jerman dan anak muda Indonesia belajar
banyak satu sama lain , mereka mengenal
kehidupan sehari-hari satu sama lain dan mendengar tentang mimpi , keinginan
dan penderitaan mereka .
Surat dari Setiawan ( 3 Klasse , SDN Pudak . ) : Keinginan
saya .....
" Saya sekarang duduk di kelas tiga sekolah dasar .
Saya hidup dengan kakek saya , ibu saya
meninggal ketika saya berusia tiga setengah tahun . Kondisi kehidupan kami sulit . Kakek saya adalah seorang petani
dan tukang bangunan. Kami tidak punya uang untuk seragam baru setiap tahun , itulah sebabnya
saya meminta bantuan seragam sekolah " .
Surat dari Hendri Setiya P. ( 4 Klasse . ) : Berkat Lessan
" Saya di kelas 4 sekolah dasar SDN Pudak saya tinggal
jauh dari kota dengan orang tua saya , . Mereka bekerja sebagai petani . Selain sekolah saya juga belajar di rumah . Di
desa saya setiap hari Minggu di sana ada belajar kelompok dari Lessan . kita belajar
tentang lingkungan dan tanaman obat-obatan . Saya salah satu anak yang menerima bantuan
seragam sekolah dari Lessan. Aku hanya
punya satu seragam sekolah dan sudah
kusam warnanya, karena seragam itu
dibeli saat aku kelas dua. . selama
musim hujan pakaian perlu waktu untuk kering , kadang saya harus pergi ke sekolah
dengan baju yang masih agak basah. “
Surat dari Bayu Perdana ( 8 . Klasse , SMPN Tepus )
" Nama saya Bayu Perdana . Saya tinggal di sebuah desa
terpencil kecil dan saya anak petani .
Tanah kami kecil dan panen sering tidak
cukup untuk menutupi biaya hidup sehari-hari . Panen tahun ini ( padi , jagung
, dll ) hasilnya kurang baik karena hama tikus . Karena alas an inilah saya meminta seragam
sekolah untuk mengurangi beban keuangan pada orang tua saya . orang tua saya
bekerja sangat keras untuk merawat kami
dan memberi saya kesempatan untuk terus pergi ke sekolah . Melanjutkan ke kelas
berikutnya berarti harus membayar seragam sekolah lebih tinggi
dan jika musim kemarau tiba , kami perlu
banyak uang untuk membeli air minum . Biasanya kita membutuhkan 2 tangki air
dan setiap tangki sekitar Rp 100.000 , (
- sekitar 7 Euro - ) . . Itu berarti banyak uang yang keluar , jadi kami tidak
bisa membeli hal-hal seperti seragam sekolah.
Saya merasa kasihan , orangtua
saya harrus bekerja keras, tapi saat ini saya tidak dapat membantu mereka mencari
uang . Saya hanya dapat membantu dengan
pekerjaan sehari-hari bersama adik saya, mengumpulkan rumput dan
mengurus kambing, dll. saya tidak akan mengecewakan orang tua saya : saya pergi
ke sekolah dan belajar sangat rajin agar
dapat membantu orang tua saya nanti . Kami tidak akan menyerah karena kondisi yang
sulit , saya melihat hal itu sebagai tantangan . Saya berterima kasih kepada Lessan
yang banyak memberikan dukungan untuk kami. "
Lomba Sparkasse Pforzheim / Calw,Jerman : Proyek Indonesien - AG aboutAlmost menyembuhkan dilupakan di Jerman
The Indonesia AG di Institut Goethe di Pforzheim terdiri
dari sebelas siswa , terutama dari kelas 11 dan seorang guru , Bambang Tjahjadi
. Mereka telah bekerja selama lebih dari 7 tahun dengan Lessan organisasi non
-pemerintah Indonesia di Yogyakarta yang bertujuan untuk melestarikan obat
tradisional lokal , yang merupakan alternatif pengobatan yang terjangkau bagi penduduk
pedesaan dibandingkan dengan obat kimia yang mahal .
Sekolah ini merupakan bagian dari program UNESCO "Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan" di Jerman |
The Indonesian - AG merencanakan untuk melakukan sebuah
proyek tentang " Pengobatan Alternatif di Jerman " . Tujuannya adalah
untuk mencegah pengetahuan yang hampir punah tentang tanaman obat dan rempah-rempah
dan untuk mengembalikan dan meningkatkan kesadaran pemeliharaan berkelanjutan tentang pengetahuan tradisional ini . Para siswa akan meminta orang tua dan
kakek-nenek mereka tentang pengetahuan tradisional ini. Selain itu, AG berencana mengadakan kunjungan
ke biara-biara dan perusahaan dari industri terkait pengobatan alternatif . Dan
mereka akan mengatur ceramah tentang hal ini di sekolah . The AG adalah
mengumpulkan semua pengetahuan , mendokumentasikan hasil mereka dan
membandingkan mereka dengan literatur yang ada . Hasilnya harus dituangkan dalam brosur dan akhirnya disajikan di sekolah
atas permintaan Sparkasse Pforzheim Calw
. Durasi proyek ini diharapkan akan dijadwalkan dari Oktober 2013 sampai April
2014 . Yang bertanggung jawab untuk Indonesia AG adalah Bambang Tjahjadi , guru
Sekolah Goethe .
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Intercultural Exchange
LESSAN has been working with partners from Europe for long
time now. There are the mentioned partners, but there is even more exchange on
a personal and intercultural dimension. LESSAN itself sometimes offers
internships for volunteers from Europe, who stay some weeks or months with
them.
Even the small ones already start with getting to know each other |
Besides there is a cooperation between the schools of Merapi
region and the Goetheschule-Freie Waldorfschule Pforzheim. There has been an
exchange of experiences via letters between students from the German school and
from the schools in the Gunung Kidul region on the slopes of Merapi. So the
German and Indonesian students learn a lot from each other, they get to know
the daily lives of the others and hear about their dreams and wishes and
sorrows.
The children in
Indonesia know very well that their parents as traditional farmers who are
dependend from rain water are working very very hard hart, and that cropping on
the hard karst soil is not easy. And these efforts are just sufficient for
covering the basic needs of daily life. From the following letters from the
children related to their application for a school uniform it is obvious that
their parents are in a very difficult financial situation during dry season.
They have to buy water, as the pond of rainwater is dried up. Often they even
have to contract depts because of this situation. So it is evident that the
children have to wait sometimes around 3 years until they can afford a new
school uniform. But for all that the
children are dreaming of their graduation. Some even want to continue school
after highschool. Here you can read some selected letters from students:
Letter from Setiawan (3. Klasse, SDN Pudak): My wish.....
"I am now in the third grade of elementary school. I have always been
living with my grandfather, my mother died when I was three and a half yaers
old. Our living conitions are hard. My
grandfather is a hired worker in agriculture and construction. We have no money
for a new schol uniform every yaer, that is why I am asking for support for my
school uniform”.
Letter from Hendri
Setiya P. (4. Klasse): Thanks to LESSAN
"I am in the 4th grade of the elementary school SDN Pudak. I live far
away from the city with my parents; they work as hired workers in farming. In
addition to school I am also learning at home. In my village every Sunday there
is learning group from LESSAN. We learn about envoronment and plants and herbal
medicine. I than LESSAN for the beneficence of the school uniform. I just have
one single school uniform and it looks already disorderly, as we have bought it
in the second grade. During the rainy season the clothes need time to get dry,
that means I often had to go to school with still little wet uniform."
Letter from Bayu Perdana (8. Klasse, SMPN
Tepus)
"My name is Bayu Perdana. I live in a little remote village and am the
son of a small local farmer.Our crop and harvest is often not enough to cover
daily living costs. The harvest this
year (rice, corn, pulss etc.) has been very low because of infestation of
rats. This is why I receive the beneficence
of the school uniform to reduce the financial pressure on my parents. My
parents work very hard for our maintanance and to give me the chance to
continue going to school. Changing into
the next class always means a higer price for school uniforms. And same the dry
season begins – during dry seasons we need the money for buying drinking water.
Normally we need 2 water tanks and every tank is around Rp. 100.000,- (- around
7 Euro -). That means a lot of money is lacking, so we cannot buy things like
school uniforms. I am really feeling bad how hard my parents have to work, but
at the moment I cannot help them a lot in terms of money. I can just help with the daily work, like look
after my smaller siblings, collect grass and take care for the animals etc.
That is why I won’t dissapoint my parents : I go to school and learn very
dilligently that I can support and help my parents later. We won’t give up because of the hard
conditions, I see them as a challenge. I
am thanking LESSAN a lot for all their support to us.“
Competition of Sparkasse Pforzheim/Calw Germany: Project of Indonesien-AG aboutAlmost forgotten cures in Germany
The Indonesia AG at the Goethe Institute in Pforzheim
consists of eleven students, mainly from the 11th grades and one teacher,
Bambang Tjahjadi. They have been working for more than 7 years with the
Indonesian non-governmental organization LESSAN in Yogyakarta that seeks to
preserve the local traditional medicine, which is an affordable alternative for
the rural population in comparison to expensive chemical medicine.
The school is part of the UNESCO program "Education for Sustainable Development" in Germany |
thanks ya infonya !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id